Sifat Pengendalian Sosial yang Represif

Sifat Pengendalian Sosial yang Represif: Pengertian, Ciri, dan Contohnya

Diposting pada

Dalam kehidupan bermasyarakat, tatanan sosial sangat penting untuk menjaga keharmonisan dan keteraturan.

Namun, tidak semua individu atau kelompok mematuhi norma dan aturan yang berlaku. Di sinilah pengendalian sosial hadir sebagai mekanisme untuk menjaga stabilitas sosial.

Salah satu bentuk pengendalian sosial yang sering digunakan adalah pengendalian sosial represif. Lalu,

apa sebenarnya sifat pengendalian sosial yang represif itu? Bagaimana ciri-cirinya dan kapan diterapkan? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini.

Apa Itu Pengendalian Sosial?

Sebelum membahas lebih jauh tentang sifat represif dalam pengendalian sosial, penting untuk memahami pengertian pengendalian sosial secara umum.

Pengendalian sosial adalah berbagai cara atau upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah atau mengendalikan penyimpangan sosial.

Tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan nilai dan norma yang berlaku agar tidak terganggu oleh perilaku menyimpang.

Pengendalian sosial bisa dilakukan melalui berbagai cara, baik secara halus maupun secara tegas. Nah, dalam praktiknya, pengendalian sosial dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu pengendalian sosial preventif dan represif.

Pengertian Sifat Pengendalian Sosial yang Represif

Sifat pengendalian sosial yang represif adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran terhadap norma atau aturan yang berlaku. Dengan kata lain, pengendalian sosial ini bersifat penindakan.

Tujuannya adalah untuk mengembalikan keadaan sosial ke kondisi yang semula, sekaligus memberikan efek jera kepada pelaku agar tidak mengulangi pelanggaran serupa di masa mendatang.

Pengendalian sosial represif biasanya dilakukan oleh lembaga resmi atau otoritas seperti kepolisian, pengadilan, atau aparat hukum lainnya.

Sifatnya tegas dan kadang melibatkan sanksi atau hukuman tertentu, mulai dari denda, penjara, hingga hukuman sosial.

Ciri-Ciri Pengendalian Sosial Represif

Untuk membedakan pengendalian sosial represif dari jenis pengendalian lainnya, berikut beberapa ciri khas yang bisa dikenali:

1. Dilakukan Setelah Terjadi Penyimpangan

Ciri utama dari pengendalian sosial represif adalah waktunya. Pengendalian ini baru dilakukan setelah terjadi pelanggaran terhadap norma atau hukum yang berlaku. Artinya, tindakan ini bersifat reaktif, bukan pencegahan.

2. Bersifat Memaksa

Karena tujuannya adalah mengoreksi pelanggaran dan mengembalikan tatanan sosial, pengendalian represif bersifat memaksa. Pelaku tidak memiliki pilihan selain menerima sanksi atau hukuman yang ditetapkan.

3. Biasanya Dilakukan oleh Lembaga Formal

Pengendalian sosial represif umumnya dilakukan oleh lembaga resmi, seperti pengadilan, kepolisian, atau instansi pemerintah yang berwenang. Lembaga ini memiliki kekuatan hukum untuk memberikan sanksi.

4. Mengandung Unsur Hukuman

Hukuman adalah bagian tak terpisahkan dari pengendalian sosial represif. Bentuk hukuman bisa berupa fisik (seperti penjara), sosial (seperti pengucilan), atau ekonomi (seperti denda).

5. Bertujuan Memberikan Efek Jera

Salah satu tujuan utama dari pengendalian represif adalah menciptakan efek jera. Dengan begitu, pelaku dan masyarakat luas diharapkan tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Contoh Pengendalian Sosial yang Represif

Untuk lebih memahami konsep ini, berikut beberapa contoh nyata pengendalian sosial represif yang terjadi di masyarakat:

1. Hukuman Penjara bagi Pelaku Kejahatan

Seseorang yang terbukti mencuri atau melakukan kekerasan akan dikenai hukuman penjara. Tindakan ini merupakan bentuk pengendalian represif karena dilakukan setelah kejahatan terjadi dan bertujuan untuk menghukum pelaku.

2. Denda atas Pelanggaran Lalu Lintas

Ketika seseorang melanggar rambu lalu lintas atau tidak membawa surat-surat kendaraan, maka polisi dapat memberikan sanksi berupa tilang atau denda. Ini adalah bentuk pengendalian sosial represif di bidang lalu lintas.

3. Pemecatan Karyawan karena Pelanggaran Disiplin

Seorang karyawan yang melakukan pelanggaran berat seperti mencuri aset perusahaan bisa langsung dipecat. Pemecatan ini menjadi bentuk pengendalian sosial dalam lingkungan kerja.

4. Pemberian Sanksi Akademik

Dalam dunia pendidikan, mahasiswa yang melakukan plagiarisme atau mencontek bisa dikenai sanksi akademik seperti skorsing atau pencabutan hak mengikuti ujian. Ini juga termasuk bentuk pengendalian sosial yang bersifat represif.

Perbedaan Pengendalian Sosial Represif dan Preventif

Agar tidak rancu, berikut perbedaan utama antara pengendalian represif dan preventif:

AspekRepresifPreventif
WaktuSetelah pelanggaranSebelum pelanggaran
TujuanMenghukum dan mengoreksiMencegah pelanggaran
SifatMemaksa, tegasPersuasif, edukatif
PelakuLembaga formalLembaga formal dan informal

Kapan Pengendalian Represif Diperlukan?

Pengendalian represif biasanya diperlukan dalam situasi di mana penyimpangan sosial atau pelanggaran hukum telah terjadi dan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.

Misalnya, dalam kasus kriminalitas, tindakan represif sangat penting untuk menegakkan keadilan dan memberikan rasa aman bagi masyarakat.

Namun, penggunaan pendekatan represif juga perlu dilakukan secara bijak agar tidak menimbulkan ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap institusi hukum.

Oleh karena itu, pengendalian sosial represif sebaiknya dibarengi dengan pendekatan edukatif dan pembinaan agar masyarakat lebih sadar hukum.

Kesimpulan

Sifat pengendalian sosial yang represif adalah tindakan yang tegas dan bersifat hukuman, dilakukan setelah terjadi pelanggaran terhadap norma atau aturan.

Ciri utamanya adalah bersifat memaksa, dilakukan oleh lembaga resmi, dan bertujuan untuk menciptakan efek jera.

Meskipun penting untuk menjaga ketertiban sosial, pendekatan represif perlu diimbangi dengan edukasi agar masyarakat tidak hanya takut pada hukuman, tetapi juga sadar akan pentingnya mematuhi aturan demi kebaikan bersama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *